Ustadzah Ulya, Panggilan Hati Mengajar di Pedalaman Papua Demi Tingkatkan Kualitas Pendidikan

Bojonegoro – Dibalik banyak keindahan alam Papua yang menakjubkan, terdapat sebuah perjuangan luar biasa yang jarang terekspos publik, yakni kisah perjuangan Guru yang telah menepati panggilan hati sebagai pengajar di pedalaman Papua.

Perjuangan tersebut tak serta merta mudah, meski terhalang jarak tempuh, serta sinyal internet yang tak memadai, namun semangatnya tak sekalipun hilang dalam dirinya demi meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.

Ustadzah Ulya, panggilan akrab yang diberikan oleh para santri, merupakan salah satu guru pengajar Mata Pelajaran Matematika dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Plus Al Fatimah yang telah berhasil lolos dalam seleksi calon fasilitator daerah khusus angkatan ke 20.

Ustadzah Ulya juga merupakan salah satu guru dari dua guru yang lolos dari Kabupaten Bojonegoro yang telah mendapatkan tugas penempatan untuk mendampingi (Calon Guru Penggerak) dalam melakukan pendidikan Guru penggerak di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Kegiatan Guru penggerak daerah khusus ini merupakan salah satu kegiatan penerapan nilai Pancasila yang kelima, yakni ‘Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’.

Melalui kegiatan mulia ini juga menunjukkan kepedulian terhadap pendidikan daerah khusus Raja Ampat, Papua Barat Daya.

“Meskipun memiliki jaringan internet yang dibawah 2 mbs, tapi kami yakin potensi yang ada di wilayah tersebut jauh lebih besar dari apa yang kita pikirkan”, kata Ustadzah Ulya Kamis (08/08/2024).

Ustadzah Ulya menjelaskan, Kabupaten Raja Ampat terdapat 28 orang CGP yang telah lolos dalam tahap seleksi dan mengikuti Pendidikan Guru Penggerak (PGP) ini. Tidak hanya dari kecamatan Waisai saja, namun Guru dari pulau luar Waisai juga sangat antusias dalam mengikuti kegiatan ini.

“Salah satunya yaitu guru dari Warimak dan Misool. Mereka membutuhkan perjalanan kurang lebih satu minggu untuk sampai di lokasi pelatihan PGP ini, dimana kegiatan ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Raja Ampat dan SMP Negeri 14 Raja Ampat”, jelasnya.

Dirinya menyampaikan, untuk menjangkau lokasi pelatihan tersebut, bagi seorang fasilitator harus melewati hutan yang sangat panjang serta jaraknya sangat jauh,

“Karena lokasi SMK Negeri 2 Raja Ampat ini terletak di tengah hutan yang mana sama sekali tidak ada sinyal, meskipun sudah menggunakan kartu telkomsel, tetap saja tidak bisa digunakan”, imbuhnya.

Kendati demikian, meski perjalanan panjang masih harus ditempuh oleh CGP hingga bulan Desember mendatang, ia berharap, semangat CGP terus membara dalam mengikuti pendidikan guru penggerak ini serta mampu menggerakkan manusia lain di sekitar mereka.

“Sehingga mereka bisa menjadi agen perubahan dalam dunia pendidikan yang mereka tempuh demi meningkatkan kualitas pendidikan di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya”, pungkasnya.

Sementara itu, salah satu CGP dari SMP Negeri 15 Raja Ampat, Florenssya Makailipessy menuturkan, selama mengikuti PGP tersebut, dirinya mengaku mulai sadar betapa pentingnya motivasi intrinsik yang harus ditumbuhkan.

“Saya mulai sadar betapa pentingnya motivasi intrinsik yang harus ditumbuhkan didalam diri sehingga saya bisa menjalankan peran sebagai pendidik yang sesungguhnya dengan sepenuh hati”, tuturnya.

“Selain itu, selama mengikuti PGP ini, banyak perubahan yang sudah saya lakukan, khususnya dalam mengubah diri sendiri, sehingga menjadikan diri saya yang lebih baik kedepannya”, tambahnya.

(Riz/red)